Terlihat alat berat pengungkit container bergerak setiap beberapa menit. Memindahkan container dari darat ke atas galangan kapal Nieuw Amsterdam yang masih dalam tahap finishing. Sejak 17 Juli 2010 aku berstatus crew baru di kapal itu. Aku ditransfer dari kapal Oosterdam yang saat itu masih di cruise Mexico. Aktifitas kontraktor dan loading team memberi pemandangan nyata sebuah kerjasama profesional. Aku melihat kemegahan kapal yang masih belum jadi. Tetapi menurutku sudah dapat dipastikan bahwa kapal baru itu lebih elegan dibanding dengan Oosterdam. Tak jauh dari tempatku duduk sekarang ini berderet vending machine snack dan soft drink ala Italy. Jika ingin membeli beberapa barang di dalamnya tinggal masukin koin euro atau semacam usb flash yang dapat dibeli di lokasi setempat. Usb flash mempunyai sistem prabayar. Kita bisa mengisinya sesuai dengan kehendak misalnya 5 euro atau 10 euro.
Sore yang cukup ringan di minggu-minggu pertama kapal baru ini. Situasi kapal belum boleh ada yang merokok di dalam kapal. Semua yang ingin merokok diberi tampat khusus yaitu di luar kapal. Tampak lalu lalang orang keluar masuk kapal yang setiap keluar harus mengenakan helm yang telah menjadi safety procedure standart. Bagi orang yang ingin jauh keluar tidak perlu mengenakan helm seperti itu tetapi harus membawa ID khusus Fincantieri. Fincantieri merupakan tempat di Italy yang telah banyak memproduk kapal-kapal besar. Nama daerahnya sendiri adalah Marghera. Dari tempat ini kita dapat pergi ke kota Venice, Mestre atau Verona dengan naik bus umum. Kapal masih diperkirakan berlayar sepuluh hari kedepan. Edy yang menjadi sobat baru di Niuew Amsteram ini lebih sering menghabiskan sore antara jam tujuh sampai jam sembilan di lokasi merokok. Kita berdua berbaur dengan banyak orang. Hanya saja kita memiliki tempat favorit yaitu di sudut yang terlihat sepi. Bermodalkan beberapa bungkus marlboro light dan segelas hot chocolate dari vending machine aku duduk di sudut yang sepi bersama Edy sore itu. Kami menggunakan helm sebagai tempat duduk. Tindakan menjadikan helm sebagai tempat duduk sementara ini pun banyak dilakukan oleh orang-orang di sekitar.
“Yakin kapal ini siap jalan?”, Perkataan Edy di sela obrolan ringan sore itu. Matanya terpancang pada badan kapal di hadapan kami. Dari nadanya ucapan itu tak lebih dari sekedar memberi pernyataan kagum atas Nieuw Amsterdam yang terlalu besar menurut ukurannya. Belum juga aku mengomentari pernyataannya Edy sudah kembali ia nerocos. “Luar biasa sekali bro … galangan besi yang ditumpuk-tumpuk dipadu dengan perangkat elektronik dan kayu bisa membentuk bangunan hotel. Lalu hotel tersebut akan diapungkan di samudra yang begitu luas. Ia akan terapung dan berlayar. Subhanallah … sungguh manusia dianugerahi kemampuan untuk membuat sesuatu yang spektakuler oleh Tuhan”.
“Memang sangat besar mas, gw bisa bayangkan bagaimana jika ia bersandar bareng dengan Prinsendam”, ucapku menyeloroh. Prisendam kapal terkecil milik Holland America Line. Kontrak pertama aku di dalamnya. Yang menarik di Prisendam adalah cruise nya. Ia selalu diagendakan untuk mengikuti around the world cruise. Ia yang telah membawaku keliling dunia justru di kontrak pertama. Jarang-jarang orang mendapatkan around the world cruise di kontrak pertama.
“Wan … apa yang menarik buat sampean tentang Damship?”. Edy bertanya tanpa melihat ke arahku. Damship sebutan untuk semua kapal Holland America Line. Karena nama-nama kapal banyak memakai nama dam di belakangnya maka seringkali disebut dengan istilah sleng “damship”. Nama-nama kapal Holland America Line antara lain Rotterdam, Veendam, Maasdam, Zaandam, Prisendam, Oosterdam, Eurodam, Voolendam, Zuiderdam, Noordam, Nieuw Amsterdam, Ryndam.
“Jujur nich mas, gw suka warnanya. Warna biru itu unik. Warna biru itu mengingatkanku pada seseorang. Seseorang yang kalau boleh diistilahkan suka dengan apa-apa yang berwarna biru. “Everything is about blue”. Kalau kerjaan dan suasana di kapal itu relatif mas”. Kalimat itu yang menjadi jawabanku.
“Sampean itu … syok romantis aja bro. Sebentar … sebentar … aku lihat dari auranya sampean itu lagi nandang asmoro ceritanya bro”. Nandang asmoro istilah jawa untuk orang yang lagi kasmaran. Edy dengan gayanya seakan-akan mendeteksi keadaanku layaknya seorang paranormal yang dengan tangannya dijulurkan ke arah wajahku. Kelima Jarinya direntangkan sambail wajahnya sedikit ditundukkan seolah menahan sesuatu dan akan diungkapkan. Aku tahu maksudnya cuma bercanda. Dia memang orang yang selalu ngebanyol dalam situasi apapun.
“Wah … murid ki Joko Bodo sampai Italy juga”, candaku menyela.
Tapi jujur saja everything is about blue sebuah sisi Lita yang baru saja kutemukan. Suatu ketika keinginanku untuk lebih mengenal siapa diri Lita menjadikan aku nekat untuk mencari tahu dari siapa saja. Media facebook memang aku akui sebagai media yang membantu. “Dasar manusia!”. Ketika merasa sesuatu ada manfaatnya baru ia mengatakan semua itu membantu dan berguna. Satu sisi ada orang yang mengatakan bahwa facebook hanya menjadikan sarana selingkuh, membuat pecah rumah tangga dan sebagainya hingga ada pernyataan facebook tidak berguna. “Dasar manusia!”.
Suatu ketika sedang on line tak disengaja aku mendapat teman dari Lita yang ku add di halaman teman. Sebut saja Esty. Dari dialah aku mendapat sedikit informasi tentang Lita. “She loves blue and everything’s about blue”. Melenceng sedikit, satu sisi yang lain yang kupahami tentang lita dia ingin bisa keliling dunia. Dia ingin dapat berkesempatan untuk kerja di kapal pesiar, meski dalam hati aku seperti tidak rela jika ia harus menjalani kehidupan di kapal yang nantinya akan tergolong minoritas. Maksudku minoritas adalah jumlah wanita yang tidak banyak di kapal. Aku masih dengan persepsiku kalau wanita bekerja di kapal pesiar akan mendapat godaan yang lebih dahsyat dibanding dengan godaan yang diterima pria pada umumnya.
“… menurutku … kapal yang biru … sebenarnya mewakili Lita. Dia sudah keliling dunia, menyeberangi luasnya samudra, berkunjung ke satu tujuan dari belahan bumi yang satu ke belahan bumi yang lain … “. HEH … sampean ini kok malah melamun !!!”. Suara Edy mengagetkanku. Aku hanya bisa tersenyum dengan sobat satu itu. Memang dia yang lebih banyak menerima curhatku selama di kapal ini. Bagaimanapun juga setiap kali ada unek-unek ada enaknya kalau unek-unek itu aku share ke yang lain. Meskipun lebih sering segala sesuatu itu kupendam dalam hati.
“Sorry mas intermezzo nich… menurut mas apakah sebuah keinginan mencintai seseorang itu hanya berlaku bagi orang yang sudah lama mengenal? Apakah orang yang baru saja ketemu itu tidak ada potensi untuk mencintai?”. Gara-gara dibentak pertanyaan ngelantur mengikuti gerak hati. Aku melihat ekspresi mas Edy yang dengan cepat menatapku. Padahal sedari tadi pandangannya lebih sering tertuju pada mesin pengungkit container.
“Bener-bener sampean itu lagi nandang asmoro mas … mas …”, ucapnya sambil kepala ia geleng-gelengkan seperti tidak setuju dengan kenyataan. Setelah menghisap rokok surya enam belas yang sempat ia bawa dari Indonesia kembali ia berkata.
“Cinta itu tergantung dari sudut mana memandang. Seorang cowok bisa saja jatuh cinta pada cewek meski baru pandangan pertama. Syah-syah saja dikatakan kok terlalu cepat. Cinta itu sesuatu yang tahu-tahu hadir di relung hatinya. Sebenarnya yang sampean sebut itu baru awal dari cinta mas. Itu bisa dianggap hanya sebatas “tertarik”. Tertarik disini pun karena suatu sebab. Contohnya disebabkan oleh fisik yang dilihat atau karena melihat sisi lainnya seperti beban hidup dan sebagainya. Awalan yang berwujud ketertarikan itulah yang banyak orang dengan sungguh-sungguh mengikutinya bahkan memperjuangkannya. Contohnya ada usaha untuk bisa memberi hburan, ingin bisa mengayomi, ingin bisa melengkapi, ingin bisa mewarnai, ingin bisa hadir di setiap kali kesempatan, atau ingin memberi yang terbaik dengan perjuangan. Nah keinginan yang demikian itu dinamakan memperjuangkan cinta. Jadi kalau kau tertarik sama Lita meski baru ketemu sekali bukan berarti cinta. Bisa jadi kau hanya tertarik”. Mas Edy menghentikan sebentar kata-katanya sambil tangannya menepuk-tepuk punggungku.
“Semua orang tidak semuanya bijak dalam memahami cinta mas. Rata-rata yang diperdebatkan hanya “kenapa sich suka? Kenapa sich kok saya? Kenapa kok terlalu cepat? Jarang ada yang membiarkan seseorang semakin tertarik. Jarang ada yang mau mengakui bahwa dirinya mampu menimbulkan orang lain tertarik. Yang disalahkan adalah kenapa orang lain itu menaruh hati dan tertarik. Pada kenyataannya tertarik itu akan muncul begitu saja. Tanpa ada paksaan. Jadi seketika kau jatuh cinta pada cewek mungkin bagimu kau telah mengikuti kata hati yang jujur. Sebenarnya itu yang benar. Memperjuangkan cinta itu ibarat kau memperjuangkan diri sendiri. Siapa yang anda cintai saat ini adalah refleksi dirimu. Jika kau menemukan kesalahan pada dirinya berarti kau ditunjukkan kelemahan yang ada pada dirimu, ketika kau dapati kesedihannya kau akan disadarkan pada nasibmu sendiri. Semua itu bergerak mengikuti naluri alam dan cinta itu sendiri”. Kembali Edy menghembuskan asap rokok. Bau tembakau rokok buatan kota Kediri itu memberi aroma tersendiri di salah satu pelabuhan di Italy sore ini. Lalu ia melanjutkan perkataanya.
“Kau pasti sadar kemungkinan ada seorang cewek yang jika diberi tahu bahwa “hei aku mencintaimu”, apakah kau akan mencintaiku?”. Dia akan langsung menyangkal. Itu wajar mas. Penyangkalan itu hanyalah bentuk proteksi yang spontan. Pada dasarnya ia akan tetap terusik jiwanya, mungkin saja merasa berbunga-bunga, kemungkinan besar lagi marah-marah. Semua itu hanya bentuk proteksi. Dan itulah kelebihan makhluk hawa. Dia tidak akan menunjukkan dirinya cepat jatuh hati. Menurutku cewek akan menyatakan ia setuju untuk dicintai dengan melihat semua perjuangan cinta itu sendiri. Bukan berpatok pada kata-kata semata. Menurutnya cinta yang diperjuangkan itu adalah cinta sejati. Dan itu yang menjadi dambaan cewek. Menurutku begitu”. Edy masih tampak bersemangat dengan uraian itu sambil tangannya menggapai gelas berisi hot chocolate yang terletak di bawah antara kami. “Bro join ya”. Akupun hanya mengangguk sambil masih dalam penasaran ingin mengetahui uraiannya.
“Lantas kau sendiri ada pacar sekarang?”. Uraian yang kutunggu justru berubah jadi pertanyaan darinya.
“Nggak tahu mas, gw bilang punya mungkin belum, bilang tidak ada padahal cewek yang kucinta memang ada”. Jawabku sekenanya. Lalu sesaat aku membatin.
“Sudahkah aku memperjuangkan cinta itu? Perasaanku masih mengatakan bahwa aku terlalu banyak kata-kata”. Kami diam beberapa saat …
“Tau ach gelap!!!”. Demikian aku dalam kebimbangan. Bukan karena bimbang aku tidak mampu bertahan tetapi bimbang karena sebuah respon cinta yang tak kunjung datang”. Mataku menatap badan kapal yang warna birunya kembali mengingatkanku pada Lita.
“Itulah bro … menurutku pacaran itu hanya kelanjutan dari masa perkenalan. Kau baru bisa katakan ia itu pacarmu andai kau sudah mengenalnya. Mengenal itu apa? Yaitu mengetahui kekurangan dan kelebihan. Bullshit lah kalau tanpa mengetahui kekurangan maupun kelebihan akan berlanjut ke pacaran. Malah menurutku jangan mudah kau anggap pacar terlebih dahulu jika mengenal saja belum lengkap. Mintalah kesempatan padanya untuk lebih dekat mengenal begitu juga sebaliknya kau akui dengan jujur siapa dan apa dirimu tanpa ada yang disembunyikan. Buatlah hubungan yang fair dan berbatas norma. Baru setelah mengenal kau bisa ke tahap berikutnya yaitu mencintai. Mencintai itu apa? Yaitu menerima kekurangan dan kelebihan itu sendiri. Masih menurutku ini bro … Usia seperti sampean itu harusnya memang sudah tidak lagi mencari cewek yang kedewasaan berpacaran sebatas hura-hura. Atau berpacaran yang motifnya hanya untuk ditampilkan di muka umum. “Ini lho pacarku, cantik kan?”. Tetapi pacaran yang sudah harus ada makna sesungguhnya. Menurutku memang harus ada tawar menawar bro dan itu jelas sekali”. Edy berdiam sejenak untuk menyalakan rokok lagi. Akupun sempat melemparkan canda “kompornya dinyalakan lagi nich he he he?”. Edy cuma tersenyum ringan lalu berkata lagi. “Lanjut lagi bro, tanggung”. Sambil mata melirik ke arah jam tangan.
“Lelaki itu bebas memilih. Menurutku hal ini sudah menjadi prinsip. Makanya kalau kau tahu-tahu tertarik pada seorang cewek meski baru pertama ketemu itu wajar. Berarti kau telah menjatuhkan pilihan. Hanya saja akan tetap kau perjuangkan tidak semua itu. Atau hanya kau jatuhkan pilihan itu lalu tanpa ada aksi sama sekali. Cewek tetap pada kondisi prinsipnya yaitu berhak menentukan. Setelah kau berjuang sekuat mungkin untuk mendekat dan mengenal lalu kau buktikan semua ucapanmu cewek tersebut berhak saja menolak. Dialah penentu. Dia bisa saja menolak karena alasan sudah mempunyai suami atau pacar, bisa saja menolak karena orang tua, bisa saja menolak karena kau sendiri jelek menurutnya he he he … Apapun bisa dijadikan alasan. Prinsipnya ceweklah yang menentukan.
“Wah … wah … sampean kok bisa begitu itu dulunya bagaimana mas”. Kataku dengan logat dan gaya ucapan seperti mas Edy sambil kuacungkan jempol ke arahnya. Meskipun uraian itu semrawut dan membuat bingung tetapi ada sedikit yang bisa aku tangkap dan pahami.
“Betul sekali mas!”. “Aku tertarik sama dia, dan saat ini akupun tengah berjuang untuk membuktikan bahwa aku ingin mengenalnya lebih jauh. Ingin bisa memberi warna”. Ucapanku tertahan sebentar untuk melambaikan beberapa rekan yang sedang lewat lalu kulanjutkan apa yang ingin aku sampaikan ke mas Edy.
“Tidak tahu kenapa intinya semua hari-hariku itu ingin ada dia gitu aja mas”. Ucapku meyakinkan.
“Begitulah. Keadaan cinta dan pacaran. Aku menganggap semua itu tergantung kedewasaan berfikir. Ada cinta yang hanya menuruti nafsu daya rendah dan itulah yang paling banyak dijumpai. Yang demikian selalu ada pamrih yang kadang sangat tidak pantas. Dia akan puas apabila lawannya memberi yang dia ingini. Dia akan kecewa jika lawannya tidak memberikan yang diingini. Nafsu daya rendah identik mementingkan ego. Mementingkan si Aku. Padahal cinta itu sendiri sesuatu yang unik yang datang dari bisikan hati. Bukan ego. Cinta yang sejati justru sanggup melawan hawa nafsu yang banyak pamrih. Cinta sejati itu tidak menuntut. Dialah yang memberi”. Mas Edy akhirnya menyudahi wacana tersebut sambil berkata kepadaku. “Kalau aku ngomong begini kayak siapa bro?”. Senyum khasnya mengakhiri.
“Gila … sampean itu gila … mas!!!”. Kataku begitu saking bingungnya sanjungan bagaimana yang cocok untuk wacana luar biasa seperti itu bagiku.
Sore itu aku akhiri intermezzo dengan mas Edy karena jam 9 aku harus masuk kerja lagi. Aku masuk kapal dengan pemahaman unik tentang cinta. Aku berlalu meninggalkan mas Edy sendiri. Sambil melambaikan tangan kami pun berpisah sementara. “I’ll see you later bro !”.