Berkecamuk perasaan sejak aku terbangun siang ini. Jam 11 siang menjadi awal waktu untuk setiap aktifitasku. Pekerjaan di mulai jam 11 sampai dengan jam 13.00. Itu shift pertama. Jam 17.00 sampai dengan 19.00 shift kedua dan 21.00 sampai 01.00 merupakan shift terkahir. Pada prinsipnya begitu tetapi pada prakteknya aku bekerja minimal sepuluh jam setiap hari. Bukan karena semangatku yang seperti orang Jepang yang lebih banyak membenamkan diri di suatu pekerjaan atau work – acholic tetapi karena standar yang harus diikuti di hotel terapung ini demikian. Ini menjadi semacam konskuensi untuk kontrak yang kutanda tangani.
Berlalunya waktu sembilan bulan kebelakang memberi arti sendiri pada tahun ini. Namun tiba-tiba saja aku bosan. Aku bosan. Kepulangan makin dekat. Target yang kubuat justru menjadi semacam “nightmare”. Apa yang akan aku persembahkan untuk yang di rumah atas kepulangan nanti? Beginikah dilema orang perantau? Ribut sendiri kalau sudah mau pulang. Apa yang akan dihadapi masih tanda tanya. Hanya ada keberanian untuk tetap mendapatkan apapun nanti. The big day will come di saat kepulangan tiba. Aku ingin melihat seseorang yang selama ini berpisah jarak.
Semakin hari aku menyadari kebutuhan dan ketergantungan pada Allah sedemikian besar. Aku pasrahkan semua kenyataan nantinya. Hanya pasrah yang ternyata dapat memberi kelegaan pada hati. Akhir dari perjalanan selama kontrak di kapal ini aku mencoba untuk membuat suatu kesimpulan bahwa;
Di antara sekian banyak pertanyaan dalam perjalanan ini diri inilah satu-satunya jawaban.
Dari sekian banyak masalah yang muncul di hadapan selama perjalanan ini diriku lah solusinya.
Dari sekian orang yang kukenal diriku sendirilah orangnya
Diantara orang-orang yang mencintaiku diriku sendirilah yang lebih mencintai