Saya Di Kapal Jalan Ke Venice

Saya Di Kapal Jalan Ke Venice
Waktu itu sore di Venice. Warna keemasanya menerangi penjuru kota. Sejenak aku berdiri di depan The Grand Canal Hotel. Kuperhatikan rakit a’la  venice atau yang disebut dengan Gondola. Dengan berbagai warna dan bentuk serta ukuran berbaur dengan water taxi. Seperti ada dua  konsep pemandangan yang dipadu. Satu sisi terlihat klasik, satu sisi sangat modern. Gondola di dayung pasti, kemudian sesekali mengejar yang lain yang hendak menurunkan penumpang, lalu beberapa diantaranya terus melaju ke ujung yang hampir tidak berbatas sebab mata sudah tidak sanggup menyentuh ujung canal.
Venice merupakan kota indah di Italy yang mempunyai kurang lebih seratus limapuluhan sungai dan empat ratusan jembatan. Kita bisa saja berjalan ditepinya melewati tepian yang sudah di paving. Saya berjalan diantara kerumunan. Bayangan saya tentang bule yang badanya berukuran gede-gede ternyata tidak seperti itu. Nyatanya ketika berbaur diantara mereka banyak juga diantara mereka yang tubuhnya berukuran seperti kita-kita orang Asia.
Sore itu perjalanan di air tidak lagi menarik. Lebih pas menyusuri tepian, kemudian menyeberangi jembatan dan sedikit melempat senyum pada pejalan kaki lainnya yang modis-modis. Niatan awal memang ingin berjalan santai, tapi apalah daya ketika keinginan memisah dari keramaian itu sudah tidak mungkin. Usaha itu gagal karena saking banyaknya orang.
Fundamento Del Monastero tertulis di papan kayu dan tergantung di pagar keren sebuah bangunan. Sepertinya sebuah yayasan dengan nama Monastero. Entahlah itu yayasan apa saya enggan untuk detail tahu, sebab saya harus segera mencapai sebuah taman yang sebelumnya sudah menggoda hati untuk duduk ditengahnya sambil menikmati buka puasa. Waktu itu pertengahan bulan puasa 2010. Saya hanya berpatok pada alam venice yang pada jam 20:10 langit baru beranjak gelap. Tidak ada tanda buka puasa yang dapat diikuti. Tidak ada suara adzan magrib.  Tepat disamping hotel Bellini bangku dari semacam batu marmer sungguh enak untuk diduduki. Nyaman sekali.
Bagaimanapun juga hal semacam ini menjadi memoar tersendiri untuk pejalan kaki yang hanya menggendong tas ransel di punggung. Lantaran apa yang harus didapat kecuali sebuah suasana, peristiwa di kanan kiri yang senantiasa tersirat sebuah keagungan. Barangkali suasana hari menjadi gelap dimana-mana sama, karena keterlibatan sunsetnya. Namun  sorenya venice waktu itu sungguh luar biasa menurut saya.
Bagaimana medwister sewaktu kesana? Baru pagi tadi saya melihat Mas Dimas, mas Eko selfie di salah satu jembatan klasiknya. Apa yang kalian dapat selain Nice Picture? Semoga kalian juga merasakan bagaimana Keagungan-Nya tersirat disitu.

Posted

in

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

@medwist2024