Puisi Ende Lombok

Jantannya ditunjukkan pada tarung presean

Bertongkat rotan bertameng kulit kerbau

Lelaki sejati meluapkan kegembiraan

Menahan emosi menepis dendamnya

Sang Bumi Nina asli pertiwi tak kalah tangguh

Menyungging senyum

Menahan bebannya yang di kepala

Dewasanya terbukti di kualitasnya nyongket

Matangnya dibuktikan dalam lembar tenun

Masa bodoh apa itu metropolis

Alamiku nyata masih baluran kotoran sapi

Mendendang tembang religi

Menikmati peradaban meski susah untuk sama rendah sama tinggi

Pencakar langit tertawa di sana

Dengan kesombongan membahana

Sesekali roboh tersungkur pada cadas di bawah

Jeramiku Masih teduh mengatapi

Mari … duduk sini nak!

Mengapa engkau mempercepat langkah?

Mengapa engkau sibuk hampir-hampir tak mau kalah dengan pencakar langit?

Resapilah

Gendang bele’q bijak menuntun peristiwa

Kadang “NDANG” terkadang “NDEG”

Sesekali ndang segeralah

Sesekali NDEG mandek, NDEG berhentilah

ENDE LOMBOK

21/10/022