fbpx
Skip to content

Lembah Pura Miru Lombok NTB

Melestarikan agar menjadi subur mungkin tak jauh dari idiom “nguri-uri”. Apresiasi yang tak bisa saya wujudkan dalam bentuk material kepada seniman sejati seperti mereka, kecuali kata “Luar Biasa, semoga semesta merestui”. You are the real maestro seni.

Kesehariannya dagang tak menyurutkan langkah mereka dalam merespon gerak-gerik tarian legendaris. Naluri pentas tak butuh pengakuan juri kesenian. Tak harap-harap harus Pe Ye di atas panggung. Siang berdagang, sorenya menggerakkan badan. Mengisi waktu menghayati pesona plataran, itupun cukup.

Plataran bale keprajuritan taman Narmada Masih menyisakan estitika. Peninggalan Anak Agung Ngurah Karang Asem sejak 1727 itu menyimbolkan lestarinya alam.

Rinjani nun jauh disana tersimbol gagah belakang bale gong. Sepertinya kawanan anjing kintami bermanja di lantai bale gong di sana. Terlihat bergerak ujung ekornya melambai kita yang berjarak dua lembah satu bukit.

Menjelang sore, Pak Mangku menyapa turun ke air suci. Setelah bersalaman beliau menyilahkanku menikmati air sejuk dengan caraku. Alhamdulillah, bisa kunikmatinya dengan berwudhu.

“Sudah sering tempat ini dikunjungi orang-orang penting kenegaraan mas”. Juga tamu-tamu lain untuk edukasi dan lain-lain,” terang Pak Andi yang sudah puluhan tahun mengabdikan diri menyambut tamu di sini.

“Mantul pak, saya juga tamu penting ini pak, tapi bukan tamu kenegaraan, tetapi tamu mbolang he he he …”, Gurau saya di lembah Pura Miru bersamanya sore itu.

#medwist_travelnotes

#adi_medwist

#tamannarmada