“Laut adalah kebebasan tak terhingga dan ombaknya mengajarkan ketabahan untuk menghadapi kehidupan”.
Pernyataan Arif ini mengajakku untuk flash back ke puluhan tahun silam. Aku hidup di geladak pesiar menjelajah laut. Diriku sempat pada posisi terombang-ambing di rutinitas pekerjaan sebagai seorang kru. Terdapat kesempatan untuk banyak belajar dari situasi-situasi kritis yang muncul. Aku berbenah diri tiap kali langkah kaki berasa tidak pada rel kehidupan yang dipanutkan. Ternyata di tengah lautan manapun masih ada sebuah tempat untukku bersimpuh. Di ruangan yang didesain khusus sebagai crew mosque, di koridor samping kamar yang bisa digelar sajadah, di tengah ruangan dalam kamar yang kupakai untuk mendirikan sholat, tentunya di saat room mate tidak sedang di kamar karena menjalani shift pekerjaan. Ternyata masih ada kesempatan bagi orang yang ingin memaksa dirinya sendiri untuk berbuat lebih baik daripada hari kemarin.
Ombak itu bagian dari ritme kehidupanku di atas geladak tersebut. Terhitung belasan tahun dengan urutan kontrak pertama, ketiga dan seterusnya, sedang delapan hingga puluhan bulan di kapal pesiar adalah durasi yang menjadi kewajiban kami bekerja. Masa yang dirasa berat saat di kapal terganti masa indah berupa vacation selama sebulan hingga tiga bulanan di rumah. Masa yang menjadi nikmat tersendiri selain nikmat uang ratusan juta rupiah hasil dolar yang ditukar.
Obrolan sore usai kelas MedWist disusul celetukannya Sifa. “Laut bukan hanya tempat menghasilkan banyak air. Tetapi sebuah tempat dimana menjadikan pribadi pecundang menjadi pemberani.
Menurut Sifa, di lautlah kakaknya yang bernama Dimas Sahara menunjukkan kepada keluarga tentang anak seorang bakul mie ayam yang takut bermimpi menjadi orang besar tiba-tiba menjadi pemuda tangguh menjunjung nama keluarga dengan sukses di kapal pesiar. Berharap disertai ikhtiar Sifa menunjukkan jiwa petualangannya untuk menerjang ombak di lautan kehidupan. Biar menjadi seperti kakaknya yang bisa membanggakan orang tua. Menjadi pemuda yang keluar dari kampung. Bertebaran di muka bumi baik di darat maupun laut untuk menjemput karunia-Nya.
Laut menurut Arum adalah ilustrasi kehidupan. “Ombaknya yang besar seperti cobaan hidup dan anginnya seperti nikmat hidup”. Perempuan sebaya Sifa dan sekampung bernama Arum ini makin hari makin matang pula, seiring ilmu bahasa Inggris dan perhotelan kapal pesiar yang diserapnya di MedWist.
Memang betul bahwa sifat di kehidupan ini selalu dua sisi yang saling melengkapi. Ada cobaan ada nikmat. Begitu kita mengenal senang bersamaan kita tahu apa itu duka. Saat ada panjang muncul pendek. Tinggi dan rendah saling mengisi. Jadi sepelik apapun situasi saat kita itu di pekerjaan dalam kapal pesiar akan ada situasi yang menjadi sebuah nikmat untuk didapati.
Siang ini Pendopo MedWist tetap jadi wahana rilek buat ngopi, berdialektika menapaki masa di antara pelatihan untuk menjadi seorang yang kompeten di bidang perhotelan kapal pesiar. Sebagian ngobrol, sebagian komat-kamit menghafal formula bahasa Inggris, sebagian kawan bertanya jawab tentang ketrampilan. Sebagian chilling out bermain billard, genjrang-genjreng dengan gitar akustik. Aku di antara penanya dan penjawab. Aku mengambil pelajaran banyak dari statement mereka yang liar dalam perspektif. Atau lebih pasnya dalam pengembaraan mereka tentang sebuah istilah.
Panji mengirim jepretan kamera HP nya berupa secarik kertas dengan tulisan tangan sebagai berikut, “Laut diam dan menenangkan, tetapi bergerak mematikan”.
Okhy sendiri menganggap bahwa, “laut itu sebuah tempat yang terdiri dari air dengan kehidupan baik di dalam dan di luarnya”. Masing-masing memiliki keindahan dan kedahsyatan sendiri-sendiri. Sang Maha Pencipta sangat detail untuk kedua kehidupan tersebut. Di dasar laut yang paling dalam pun tak luput dari perhitunganNya. Nalar maupun kekuatan manusia mungkin tak sampai menyentuh dasar kehidupan laut, dan manusia hanya perlu mempertebal keimanannya. Gusti Allah menciptakan semua itu tidak ada yang tidak akan sia-sia. Semua menjadi nikmat. Dan semua makhluk yang diciptakan di dalam laut pun bertasbih kepada Nya.
Tiba-tiba Bella menimpali dengan tambahan unek-uneknya tentang laut kepada teman-temannya. “Belajarlah seperti laut! Semakin dalam semakin tidak bergemuruh”.
“Setuju”.
“Cocok itu Bell”. Imbuh kawannya.
Alhamdulillah, anak-anak MedWist kerap memotivasi dirinya sendiri yang sekali tempo kalimat-kalimat motivasi itu diobral ke teman-teman di sekelilingnya. Pelajaran Pembentukan Karakter atau yang biasa anak-anak MedWist sebut sebagai character building merupakan kompetensi dasar yang wajib diikuti. Hal ini menambah kualitas kepribadian agar lulusan MedWist menjadi SDM yang berdaya saing tinggi dan menjadi matang untuk berkarir di lingkup nasional maupun internasional.
Ternyata tetap ada keluguan dalam memandang sebuah obyek yang dihadapi. Masih mengenai laut, Vito yang memiliki hoby pencak silat itu mendefinisikan laut sebagai sebuah pemandangan yang sangat amat menyenangkan mata. Banyak orang yang ingin ke sana.
“Termasuk aku”. ucapnya.
Tiyo lulusan SMK N 3 Sukoharjo yang sekarang juga menjadi MedWister itu berkata “Laut itu bagai pikiran. Terkadang tenang, terkadang berombak.
“Benarkah yang dikatakan Tiyo?”.
Siang melenggang menuju sore. Kegiatan di MedWist hari itu dipuncaki dengan kelas terkahir sehabis usai sholat ashar. Pernyataan yang lain tentang laut bervariasi. Beberapa statement lucu, membingungkan juga menjadi penghias. Contohnya dari coretannya si Adam. “Laut adalah sebuah unsur utama dari kehidupan manusia yang berasal dari dalam bumi”.
“Laut adalah habitat umum untuk spesies jenis ikan yang hidup di air asin”. Responya Dika anak Banyumas yang tinggal di Mess MedWist.
“Laut adalah sarana mata pencaharian manusia untuk menghidupi kehidupan”. Terang Fauzi.